Jakarta-Humas, Praktisi di Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Pantius D Soeling menuturkan penilaian kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) perlu mempertimbangkan perilaku. Outcome kerja merupakan hasil dari action/behavior yang dilakukan ASN. Pernyataan Pantius tersebut terlontar saat mengkritisi presentasi Peneliti BKN, Ajib Rakhmanto dalam Seminar Pemaparan Hasil Laporan Penelitian Rabu-Kamis (19-20/10/2016) di Kantor Pusat Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta. Dalam acara tersebut Pantius bertutur perilaku menjadi penting untuk dipertimbangkan karena perilaku akan sangat mempengaruhi kualitas outcome kerja yang dihasilkan seorang pegawai. “Jika seseorang berperilaku baik, maka itu akan mendorong yang bersangkutan berkinerja optimal”.

Pada kesempatan tersebut, Ajib mengulas riset yang mengangkat topik “Model Tunjangan Kinerja dan Kemahalan dalam Sistem Penggajian Aparatur Sipil Negara (ASN)”. Selain Ajib, peneliti BKN yang juga memaparkan hasil penelitiannya adalah Novi Savarianti Fahrani yang mengangkat riset dengan topik: “Model Perencanaan Pegawai Negeri Sipil: Studi Kasus pada Jabatan Fungsional Tertentu”.

Dalam seminar yang diselenggarakan Pusat Kajian dan Penelitian Kepegawaian (Puskalitpeg) BKN tersebut, selain Pantius dihadirkan pula pakar SDM Amy Yayuk Sri. Sementara itu, dari internal BKN dihadirkan lima narasumber yang turut mengkritisi hasil riset kedua peneliti BKN. Para narasumber tersebut yakni Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Sekretaris BKN Usman Gumanti, Kepala Puskalitpeg Margi prayitno, Kepala Biro Keuangan Imas Sukmariah dan Auditor Kepegawaian Muda Yosua Jaya Edy.

Ajib Rakhmanto dalam simpulan riset yang ditelaahnya menyimpulkan pemberian tunjangan kinerja pegawai ASN disusun melalui dua kegiatan yakni pertama menetapkan besaran tunjangan kinerja dan teknik pemberian tunjangan kinerja. Penetapan besaran tunjangan kinerja mengacu pada penilaian yang didasarkan bobot atau beban kerja dan tanggung jawab pada jabatan yang ada. Sementara itu, metode penilaian untuk menetapkan level jabatan didasarkan pada hasil evaluasi jabatan masing-masing instansi pemerintah. Kedua, menetapkan capaian hasil (output) kinerja dan penilaian administrasi. Output kerja dilihat dari penilaian kinerja ASN secara sistemik dengan memperhatikan kontrak kinerja yang telah direncanakan dan disepakati antara ASN dengan atasannya. Di bagian lain, Novi Savarianti dalam simpulan hasil risetnya mengatakan terdapat sejumlah hambatan yang dihadapi sejumlah instansi dalam melakukan perencanaan PNS, khususnya yang menduduki jabatan fungsional tertentu (JFT). Hambatan-hambatan yang dimaksud antara lain banyaknya regulasi yang tumpang tindih dalam perencanaan PNS, adanya perbedaan format perencanaan Anjab dan ABK (analisa jabatan dan analisa beban kerja) antara yang ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) dengan yang ditetapkan oleh BKN dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). dep

Sumber: http://www.bkn.go.id

  • Index Berita